Rabu, 18 April 2012
Men Sagan at Galeri Santi
MURID YANG BAGUS, PANDAI MENIRU GURU [ Selasa, 4 Maret 2008 .235 pembaca 2.380 byte ]JAKARTA Sekitar 50 lukisan cat minyak karya Men Sagan tengah dipamerkan di Galeri Santi, Jl Banda No 4, Kemang, Jakarta Selatan. Pameran berlangsung sejak 2 hingga 17 Februari 2002, dengan tajuk Warisan Besar.Menurut pengamat seni rupa Agus Dermawan T, tema besar itu menjelaskan karya-karya Men Sagan mewarisi gaya seni lukis Affandi yang ekspresif. "Memang, lukisan Men Sagan sangat jelas merefleksikan ekspresi, teknik, konsepsi, dan falsafah Affandi," tegas Agus.Ia mencontohkan, karakteristik Affandi itu dapat ditemui pada lukisan berobjek perahu Kusamba, topeng, lelaki dengan ayam jago, barong, babi, Bali, dan seterusnya. Garis, kontur, hingga tumpahan emosi pada lukisan Men Sagan tampak mencitrakan vitalitas karya Affandi.Agus menambahkan, pencapaian 'Affandisme' Men Sagan termasuk luar biasa. Bahkan, pengamat seni dari Prancis Didier Hamel menyebut banyak karya Men Sagan lebih bagus dari karya Affandi.Nama Men Sagan bila dicerap lewat pendengaran bahasa Inggris artinya 'lelaki dari Sagan'. Dan, memang benar, Men Sagan adalah lelaki yang lahir di Kampung Sagan, yang terletak di tengah Kota Yogyakarta. Ia belajar melukis (akademis) kepada Affandi secara langsung. Berguru sekaligus bergaul lama sekali dengan maestro seni lukis itu menjelang 1970.Men Sagan tergolong seniman gesit dan banyak melakukan perjalanan. Ia rajin, dan yang unik, sering timbul tenggelam atau hilang muncul seperti jin. Sebentar dikabarkan berada di Surabaya, ternyata ada yang melihat ia di Belanda. Ketika dilaporkan berada di Ciamis, ternyata dia sedang jalan-jalan di Paris.Memasuki abad ke-21, Men Sagan diakui sebagai penganut School of Affandi yang paling serius dan sukses, baik dalam gaya, teknik, konsep, hingga falsafah. Dan, keterpukauan pada seorang guru, menurut Agus Dermawan T, adalah hal yang wajar dan pantas diberi tempat.Gaya kehidupan pada akhirnya seprti lingkaran spiral--selalu berputar--seperti yang ditegaskan filsuf Hegel dengan faham dialektikanya. Demikianlah, pada zaman lampau, seorang seniman dikatakan hebat kalau bisa meniru dengan sahih karya-karya gurunya. Pada zaman modern, seniman yang luar biasa adalah yang mampu memberontak sekaligus melebihi prestasi gurunya. Rupanya, di era postmodern ini, diakui kembali bahwa seniman andal adalah juga yang mampu meniru gurunya dengan wajar, seperti Men Sagan.(mediaindonesia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar